Rektor Unila Kunjungi Pusat Mitigasi Bencana Jepang

Bandarlampung, Sumselnian.com - Rektor Universitas Lampung (Unila), Prof Dr Hasriadi Mat Akin mengunjungi Pusat Mitigasi Bencana dalam rangka Workshop Disaster Management di Kansai University of International Studies, Jepang, Selasa.

Menurut informasi Humas Unila, di Bandarlampung, Rektor Unila bersama Wakil Rektor I, Prof Bujang Rahman melaksanakan kunjungan kerja ke Jepang itu, antara lain dalam rangka menjalin kerja sama Unila dan Kansai University of International Studies, sekaligus mengikuti kegiatan Meetings and Workshop to Prepare Program in The Field Safety Management, Kobe, Jepang pada 27 September - 1 Oktober 2018.

Warek I Unila Prof Bujang Rahman menjelaskan, dalam kunjungan ke Jepang bersama Rektor Unila itu, antara lain dimanfaatkan untuk mempelajari tentang safety management khususnya natural disaster (bencana alam).

Dia menegaskan, antisipasi dan penanganan bencana alam di Indonesia, termasuk di Lampung, sangat penting dan diperlukan, sehingga dapat menyiapkan diri saat menghadapi ancaman bencana alam yang bisa saja terjadi setiap saat.

Di Provinsi Lampung, salah satu daerah rawan bencana alam khususnya gempa adalah Kabupaten Lampung Barat.

Kabupaten ini sudah mempunyai komitmen untuk menjadi kabupaten tangguh bencana, karena memang berpotensi terjadi gempa bumi karena berada pada cincin gunung api dan patahan Semangka.

Gempa besar yang menimbulkan korban jiwa ratusan orang juga pernah terjadi di Liwa, ibu kota Lampung Barat pada 1994.

Mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lampung Barat yang sekarang menjadi Ketua Bappeda daerah ini, Okmal, mendampingi Bupati setempat Parosil Mabsus menegaskan, saat ini masyarakat di Lampung Barat harus mengetahui mana saja jalur gempa itu.

Kemudian, di mana jalur evakuasi saat terjadi gempa dan bencana alam lainnya, tanda peringatan apa yang harus disampaikan.

Semua itu, menurut dia, harus disebarluaskan dan diinformasikan kepada masyarakat di sini.

"Jadi tugas kita bersama untuk terus mengingatkan kewaspadaan menghadapi bencana alam itu terus menerus," ujarnya.

Dia mengingatkan, menurut para ahli, gempa tidak bisa diprediksi kapan terjadi, dan saat terjadi gempa baru dapat diketahui di mana lokasinya dan kekuatannya. Karena itu, daerah rawan gempa di Lampung Barat dan wilayah lainnya harus siap untuk mengantisipasi dan menghadapinya.

Di Kabupaten Lampung Barat, Palang Merah Indonesia (PMI) setempat sedang menjalankan program membangun desa tangguh melalui pendekatan program Pengurangan Risiko Bencana Terpadu Berbasis Masyarakat yang sudah berlangsung selama satu tahun pada tiga pekon (kampung).

Ketiganya yaitu Pekong Ujung, Kecamatan Lumbok, Pekon Sukamarga, Kecamatan Suoh, dan Pekon Tuguratu, Kecamatan Suoh.

Sejumlah akademisi juga siap melakukan penelitian soal bangunan tahan gempa di Lampung Barat.

Secara struktur geologi di Lampung Barat yang dijumpai dua buah sesar utama, yaitu sesar di bagian timur Kota Liwa (melalui Suoh, Sukarame dan Way Rebu sampai ke Danau Ranau) dan sesar yang melalui Kota Liwa (Suoh - kota Liwa - Pekonbalak). Kedua sesar ini berjarak 4 KM dan keduanya tergolong sebagai sesar aktif (bagian dari Sesar Besar Semangko).

Gempa di wilayah Kabupaten Lampung Barat terletak pada zona seismik dengan percepatan puncak 0,15 � 0,20 g (Beca Carter Holling & Ferner Ltd, 1980).

Berdasarkan peta isoseimik (BMG) terletak pada skala 5 - 6 MMI. Patahan utama yang terdapat di daerah ini adalah yang melintasi sepanjang Pulau Sumatera dikenal dengan patahan Semangko.

Aktivitas patahan ini mempengaruhi/mengancam kota/daerah yang kondisi tanahnya lunak dan lepas (endapan sungai, danau, pantai) atau tanah reklamasi.

Gempa yang terjadi di Lampung Barat pada 16 Februari 1994 dengan pusat gempa pada 5,4 derajat Lintang Selatan, 104,8 derajat Bujur Timur, dengan kerusakan VIII - IX skala MMI (BMG) telah mengakibatkan: retakan tanah (Ground Fracturing).

Retakan-retakan dijumpai di jalan antara Liwa - Sebarus; antara Padangdalam Sukarame dijumpai retakan tarik dengan lebar mencapai 20 CM; antara Liwa-Kota Batu (Danau Ranau), Liwa-Sekincau dan di daerah Suoh. Lebar retakan 30 CM, panjang 30 CM dan dalam 100 CM.

Retakan tersebut umumnya terjadi pada pasir dan tanah timbunan. Gempa itu juga menimbulkan sejumlah dampak lainnya pada bentang alam di daerah ini.

Mantan Kepala Stasiun Geofisika Kotabumi, Lampung Chrismanto juga mengingatkan perlu upaya terus menerus menyosialisasikan antisipasi menghadapi bencana alam khususnya gempa yang bisa saja terjadi setiap saat di Provinsi Lampung, terutama di Kabupaten Lampung Barat.

"Mari kita mengurangi korban jiwa akibat gempa, perbanyak sosialisasi di Lampung Barat ini yang saya selalu tekankan jangan menunggu gempa datang, tetapi bersiaplah sebelum gempa datang," tandas Chrismanto.(Ant)
 

Berita Terkait

Comments (0)

Leave a Comment

*) Harus diisi