Jakarta, Sumselnian.com - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyoroti permasalahan rantai distribusi komoditas beras di Tanah Air yang dinilai berdampak kepada fluktuasi harga beras yang diperjualbelikan di sejumlah daerah.
"Dalam setiap rantai distribusi, margin laba terbesar dinikmati oleh para tengkulak, pemilik penggilingan padi atau pedagang grosir," kata Kepala Penelitian CIPS Hizkia Respatiadi di Jakarta, Selasa.
Menurut Hizkia Respatiadi, situasi seperti itu dinilai menunjukkan keterlibatan pihak-pihak yang menikmati laba terbesar dalam rantai distribusi justru terjadi saat beras belum sampai di pasar eceran, termasuk pasar tradisional.
Untuk itu, ujar dia, pihaknya juga berargumen bahwa kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) tidak efektif.
Kebijakan itu, lanjutnya, memaksa para pedagang eceran untuk menurunkan harga jual beras, padahal mereka bukanlah pihak yang menyebabkan tingginya harga beras.
"Kebijakan ini juga membuat mereka rugi karena mereka membeli beras dengan harga yang lebih mahal dari HET dari para pedagang grosir," papar Hizkia.
Karena itu, ia mengingatkan bahayanya restriksi impor yang berlebihan terhadap beras, yang tidak diikuti dengan adanya pembenahan rantai distribusi dan sinkronisasi data pangan.
Padahal, menurut dia, pembenahan rantai distribusi sangat memengaruhi harga beras medium.
"Sementara dengan berbedanya data produksi beras antara satu institusi dengan institusi lain membuat keputusan untuk impor tidak bijaksana kalau didasarkan pada data pangan yang sudah ada," ucapnya.
Hizkia juga mengemukakan, beras harus melalui empat sampai enam titik distribusi sebelum sampai ke tangan konsumen.
Pertama, petani akan menjual beras yang sudah dipanen kepada tengkulak atau pemotong padi, yang akan mengeringkan padi dan menjualnya kepada pemilik penggilingan.
Setelah padi digiling menjadi beras, pemilik penggilingan akan menjual beras tersebut ke pedagang grosir berskala besar yang memiliki gudang penyimpanan Kemudian pedagang grosir berskala besar ini akan kembali menjual beras tersebut kepada pedagang grosir berskala kecil di tingkat provinsi, seperti di Pasar Induk Beras Cipinang Jakarta atau kepada pedagang grosir antar pulau. Pihak terakhir inilah yang akan menjual beras kepada para pedagang eceran.(Ant/Nef)
Comments (0)